Dasar penyusunan pembentukan perundang undangan
A.
Landasan filosofis (Filosofische
Grondslag)
Dalam hal ini, Landasan filosofis bersumber dari
pandangan-pandangan dalam masyarakat. Menyangkut
keyakianan terhadap hakikat manusia,
keyakinan tentang sumber nilai, hakikat pengetahuan,
dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan.
Adapun landasan filosofis ini terdiri dari :
1.
Nilai-nilai moral atau etika dari bangsa
Dalam etika
mengembangkan diri, Orang hanya dapat menjadi manusia utuh kalau semua nilai
atas jasmani tidak asing baginya, yaitu nilai-nilai kebenaran dan pengetahuan,
kesosialan, tanggung jawab moral, estetis dan religious. Moral selalu mengacu pada baik-buruknya
manusia sebagai manusia. Norma-norma
moral adalah tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan
manusia dilihat dari segi baikburuknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku
peran tertentu dan terbatas.
Tentunya semua itu sangat diperlukan dalam pembentukan perundang-undangan.
2.
Nilai-nilai yang baik dan yg tidak baik
Dalam
pembentukan perundang-undangan Nilai-Nilai yang baik dan tidak baik, perlu di
perhatikan. Seperti tata kerama, sopan santun. Adapun yang tidak baik seperti
tindakan korupsi, pencurian yang sekarang sudah mendarah daging di
tengah-tengah masyarakat. Untuk itu lah ada baiknya jika pemerintah dalam
tugasnya pembentukan perundang-undangan sangat penting memperhatika hal
tersebut.
3.
Cita-cita yang dijunjung tinggi
Tentunya
tiap orang/individu mempunyai cita-cita yang dijunjung tinggi dalam
kehidupannya. Cita-cita tersebut juga yang pastinya akan menjadi pekerjaan atau
pencapaian dri tiap individu atau kelompok tersebut. Dalam pencapaian cita-cita
tersebut tentunya di perlukan aturan-aturan yang terus berkembang di tengah
masyarakat, pembentukan
peraturan perundang – undangan itu mempunyai tujuan yang jelas dan dapat
memenuhi keinginan dari setiap masyarakat serta menjadi idaman masyarakat.
4.
Nilai
kebenaran,keadilan dan kesusilaan
Pembentukan
perundang-undangan yang perlu di perhatikan harus sesuai dengan nilai
kebenaran, keadilan, dan kesusilaan yang ada di tengah masyarakat. Karena tanpa
adanya kebenaran maka undang-undang tersebut hanya sebagai tempat pemalsuan
hukum. Tanpa adanya keadilan masyrakat merasa di bedakan satu sama lainny ,
antara golongan satu dengan golongan lainnya. Dan tanpa kesusilaan masyarakat
nantinya hanya semena-mena dalam kehidupannya dan tidak memperdulikan hukum
yang ada.
5.
Berbagai
nilai lainnya yang dianggap baik
Yang di maksud
nilai lainnya seperti tata kerama, adat, kebiasaan dan lainnya asalkan semuanya
mengarah kesesuatu yang baik, maka dapat di masuk kan dalam perancangan pembentukan
perundang-undangan.
B.
Landasan sosiologis (Sociologische
Grondslag)
Landasan
sosiologis merupakan gambaran bahwa peraturan yang dibentuk adalah untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Landasan
sosiologis merupakan gambaran fakta empiris mengenai perkembangan masalah,
kebutuhan masyarakat serta Negara.
Sehingga
peraturan itu dapat dipahami,ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat secara luas
berdasarkan apa yang terjadi pada kenyataannya di masyarakat.
1.
Sesuai
dengan keyakinan umum
Di suatu daerah pastinya terdapat banyak perbedaan. Akan
tetapi, tiap daerah juga mempunyai persamaan secara keseluruhan dan itu berupa
peraturan. Peraturan ini wajib di patuhi secara menyeluruh oleh tiap daerah. Jadi
apabila peraturan itu tidak dilihat dari keyakinan masyarakat pada umumnya,
maka peraturan itu tidak akan ada artinya karena peraturan itu tidak akan
ditaati,dipatuhi dan dipahami masyarakat karena bertentangan dengan peraturan
yang telah ada pada masyarakat sebelumnya.
2.
Kesadaran
hukum masyarakat
Maksudnya
disini adalah dalam pembentukan suatu peraturan dan rancangan
perundang-undangan, masyarakat juga harus tau dan mengerti dengan aturan
tersebut. Sehingga mereka dapat mematuhi dan menjalankannya di lingkungan
mereka masing-masing. Kesadaran hukum sangat perlu untuk masyarakat, karena
dapat membantu mereka dan sebagai petunjuk dalam menghadapi suatu persoalan
yang tentunya juga bersangkutan dengan hukum.
3.
Tidak
menjadi kalimat-kalimat
mati belaka
Mempunyai
artian bahwa peraturan yang telah ada hendaknya dalam penerapannya dipatuhi dan ditaati oleh masayarakat, tetapi
apabila dalam masyarakat itu tidak menjadi sesuatu peraturan yang ditaati dan dipatuhi maka peraturan itu
akan menjadi kalimat – kalimat yang hanya mati belaka. Peraturannya telah ada
dan tertulis secara jelas tetapi peraturan itu seperti tidak ada dan tidak
diketahui.
4.
Harus
dipahami oleh masyarakat
Seperti
yang kita tahu di atas, suatu peraturan nantinya harus di patuhi dan di taati
oleh mayarakat. Tapi, sebelum menaati peraturan tersebut tentunya masnyarakat
harus mengerti dan memahami peraturan tersebut. Karena percuma saja peraturan
tanpa ketidak tahuan itu sama saja dengan nol besar.
5.
Sesuai
dengan kenyataan hidup masyarakat
Maksudnya
disini adalah suatu peraturan harus lah sesuai dengan realita dengan keadaan
masyarakatnya. Jangan hanya terpatok pada satu golongan saja atau beberapa
golongan. Karena suatu peraturan itu di tujukan untuk masyarakat saja. Bukan
untuk suatu golongan tertentu.
C.
Landasan yuridis (Juridische
Grondslag)
Dalam setiap pembuatan peraturan
perundang – undangan landasan ini selalu ditempatkan pada bagaian konsiderans “Mengingat”
dan landasan ini dapat diartikan juga sebagai ketentuan hukum yang menjadi
dasar hukum bagi pembuatan suatu peraturan.
1.
Kewenangan
untuk pembuat peraturan
Pemerintah
melakukan tindakan pemerintahan berdasarkan atas peraturan perundang-undangan,
dan pemerintah tidak dapat membuat peraturan perundang-undangan
yang tidak didelegasikan oleh undang-undang. Pada praktiknya,
berdasarkan prinsip diskresi, pemerintah dapat membentuk peraturan
kebijakan.Sebagian besar ahli hukum mengkategorikan peraturan kebijakan bukan
sebagai peraturan perundang-undangan
dan tidak memiliki kekuatan mengikat. Jika demikian, tidak terdapat lembaga peradilan yang
dapat melakukan uji material karena Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi
hanya dapat menguji peraturan perundang-undangan.
Pada
praktiknya uji
material peraturan kebijakan pernah dilakukan oleh Mahkamah Agung terhadap
SuratEdaran Direktur Jenderal Mineral Batubara dan Panas Bumi. Tulisan ini akan
menganalisis putusan pengujian surat edaran tersebut, yaitu
Putusan Nomor 23 P/HUM/2009. Melaluianalisis
tersebut akan diketahui apakah Mahkamah Agung, secara teoretis maupun
yuridis,memiliki wewenang melakukan uji material terhadap peraturan kebijakan
atau justrusebaliknya
2.
Kesesuaian bentuk atau jenis peraturan
Maksudnya
disini adalah, Kesesuaian isi
dengan dasar yuridis, sosiologis dan filosofis. Kesesuaian yuridis menunjukkan
adanya kewenangan, kesesuaian bentuk dan jenis peraturan perundang-undangan,
diikuti cara-cara tertentu, tidak ada pertentangan antara peraturan
perundang-undangan yang satu dengan yang lain, dan tidak bertentangan dengan
asas-asas hukum umum yang belaku.
Kesesuaian sosiologis menggambarkan bahwa peraturan
perundang-undangan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan, tuntutan, dan
perkembangan masyarakat. Kesesuaian filosofis menggambarkan bahwa peraturan
perundang-undangan dibuat dalam rangka mewujudkan, melaksanakan, atau
memelihara cita hukum (rechtsidee) yang menjadi patokan hidup
bermasyarakat.
3.
Tata
cara atau prosedur tertentu
Menurut UU
No. 10 Tahun 2004, tata urutan peraturan perundang-undangan adalah sebagai
berikut :
a) Undang-Undang
Dasar (UUD) yaitu hukum
dasar tertulis Negara RI yang berfungsi sebagai sumber hokum tertinggiIsi UUD
antara lain :
·
Organisasi Negara
·
HAM
·
Prosedur mengubah UUD
·
Larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD
·
Cita-cita
rakyat dan asas-asas ideologi negara
b) Undang-Undang
yaitu peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh DPR bersama Presiden untuk
melaksanakan amanat UUD, Kriteria
Penyusunan UU antara lain :
·
UU dibentuk atas perintah ketentuan UUD 1945
·
UU dibentuk atas perintah ketentuqan UU
terdahulu
·
UU dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah, dan
menambah UU yang sudah ada
·
UU dibentuk karena berkaitan dengan HAM
·
UU dibentuk karena berkaitan dengana kewajiban
atau kepentingan orang banyak
c) Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) yaitu peraturan yang dibentuk oleh
presiden dalam kondisi darurat tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan
DPR.
d) Peraturan
Pemerintah (PP) yaitu peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakan
amanat undang-undang.
e) Peraturan
Presiden adalah Peraturan yang dibuat oleh presdien dalam menyelenggarakan
pemerintahan Negara.
f) Peraturan
Daerah (Perda) adalah Peraturan yang dibuat oleh PEmerintah daerah Provinsi dan
kabupaten atau Kota, untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dalam rangka melaksankan kebutuhan daerah.
4.
Tidak
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi
Maksudnya
isi yang terkandung dalam suatu peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan isi peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi tingkatan atau derajatnya dan diperinci lagi
menjadi :
- Ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya tidak dapat mengubah atau mengesampingkan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi tingkatannya tetapi sebaliknya boleh.
- Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut, diubah, atau ditambah oleh atau dengan peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi tingkatannya.
- Ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mengikat apabila isinya bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
- Materi yang seharusnya diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya tidak dapat diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya.
5.
Materi
muatan tertentu yang harus dimuat dalam suatu peraturan
Materi
muatan tertentu yang harus dimuat dalam suatu peraturan Peraturan ini mengandung bahwa peraturan
yang memiliki sifat yang khusus harus dimuat kedalam suatu peraturanyang khusus
juga.
D.
Landasan teknik perancangan
Landasan ini mempunyai suatu
pengertian bahwa dalam pembentukan
peraturan perundang – undangan perlu
memerhatikan rancangan yang tepat dimana didalamnya terdapat rumusan dan
sitematika yang baik.
1. Peraturan
perundang – undang yang kurang baik
Dalam pembentukan peraturan perundang – undangan
yang kurang baik maka masyarakat tidak akan mematuhi dan menaati peraturan yang
telah dibentuk tersebut karena tidak mewakili keinginan dan cita-cita dari
masyarakat. Dan bisa dibilang peraturan tersebut dapat dibatalakan.
2. Tidak
jelas perumusannya sehingga tidak jelas arti,maksud dan tujuannya (ambiguous)
Dalam perumusan pembentukan peraturan perundang –
undangan seharusnya mempunyai arti,maksud dan tujuan yang jelas. Tetapi apabila
dalam perumusan pembentukan perturan perundang – undangannya tidak jelas
arti,maksud dan tujuannya maka peraturan tersebut merupakan suatu peraturan
yang dapat dikatakan dipaksa untuk dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat dan
peraturan ini dapat dibilang sebagai sesuatu yang sangat ambisius dari kalangan
atau kelompok politik tertentu.
3. Rumusannya
dapat ditafsirkan dalam berbagai arti (interpretatif)
Pembentukan peraturan perundang – undangan
seharusnya memiliki rumusan yang jelas dan memiliki satu penngertian saja dan
tidak bisa ditafsirkan dalam berbagai arti,karena akan membingungkan masyarakat
apabila banyak mengandung arti yang berbeda – beda.
4. Inkonsistensi
dalam menggunakan peristilahan
Dalam pembentukan perundang – undangan banyak
menggunakan peristilahan yang tidak selaras atau serasi dlam penggunaannya.
Terkadang peristilahan ini menyulitkan bagi masyarakat untuk mengetahui arti
dan tujuannya peraturan tersebut.
5. Sistematika
yang tidak baik
Kalau lah dalam peraturan perundang – undangan
tersebut tidak memilki sistematika yang baik maka isi dari peraturan perundang
– undangan tersebut sudah pasti tidak bai pula. Peraturan perundang – undang
yang baik tercermin dalam sitematika dan penyusanan nya yang baik pula.
6. Bahasa
yang sulit dan sukar dimengerti
Bahasa merupakan hal yang penting disini untuk
mengarahkan masyarakat itu menuruti peraturan. Ketika bahasa itu sulit dan
sukar mengerti maka masyarakat tidak akan bisa memahami maksud dan tujuan dari
peraturan perundang – undangan tersebut. Maka peraturan perundang- undangan
yang baik itu terlihat dari bahasa yang mudah dimengerti.
E.
Landasan Politis
Landasan politis adalah garis
politik yang menjadi dasar bagi kebijakan pokok atau sumber politik hukum yang
melandasi pembentukan suatu undang – undang.
1. Garis
kebijaksanaan politik yang menjadi dasar selanjutnya bagi kebijakan.
Dalam penyelenggaraan peraturan perundang – undangan
sangat diperlukan kebijakan – kebijakan politik yang tepat sebagai penngatur
dalam kebijakan selanjutnya dengan pengarahannnya terhadap ketatalaksanaan
pemerintah negara.
2. Garis
politik dibidang otonom yang tercantum dalam TAP MPR-RI NO IV/MPR/2000 tentang
Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
Peranan politik salah
satunya tampak pada saat munculnya otonom suatu daerah. Dimana politik berperan
penting disini bagaimana agar bisa daerah tersebut untuk maju yaitu dengan cara
mengatur kehidupan daerahnya sendiri.
Komentar
Posting Komentar
Pembaca yang baik selalu berkomentar ..
TERIMA KASIH